Komisi IX Temukan Ketidaksesuaian Program Gizi Nasional di Lapangan
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh saat melakukan kunjungan kerja ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Gorontalo, , Senin (11/8/2025). Foto : Gys/Andri
PARLEMENTARIA, Gorontalo - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, mengungkapkan temuan penting saat melakukan kunjungan kerja ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Gorontalo. Salah satu temuan yang menjadi perhatian adalah adanya perbedaan signifikan antara laporan yang disampaikan Badan Gizi Nasional (BGN) dalam rapat resmi di Jakarta dengan implementasi program di lapangan.
Menurut Ninik, dalam rapat kerja, BGN memaparkan bahwa menu untuk anak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan ibu hamil dirancang berbeda. Perbedaan itu meliputi jenis lauk, kandungan gizi, serta komposisi menu yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelompok. “Namun yang kami lihat di lapangan justru instruksinya sama, hanya porsi dan teksturnya saja yang berbeda,” ujarnya saat kunjungan, Senin (11/8/2025).
Ia menjelaskan, perbedaan menu seharusnya menjadi bagian penting dari strategi pemenuhan gizi. Anak-anak sekolah dasar, misalnya, membutuhkan porsi dan jenis makanan yang berbeda dengan remaja SMA atau ibu hamil. Jika perbedaan itu tidak diterapkan, maka tujuan gizi yang tepat sasaran bisa meleset.
Salah satu contoh yang ia temukan adalah menu telur balado. “Kalau menu untuk anak-anak ada unsur pedasnya, apakah ini sudah tepat? Kita harus evaluasi lagi. Karena cita rasa pedas bisa mempengaruhi nafsu makan anak-anak, bahkan berisiko mengganggu pencernaan,” kata Ninik.
Temuan ini memunculkan kekhawatiran bahwa ada celah koordinasi antara perencanaan pusat dan pelaksanaan daerah. Ia menilai, penting untuk memastikan bahwa instruksi teknis benar-benar diterima, dipahami, dan dilaksanakan oleh pengelola dapur di setiap daerah.
Lebih lanjut, Ninik menegaskan bahwa DPR RI memiliki peran untuk memastikan anggaran yang digelontorkan negara digunakan secara efektif. “Kalau yang tertulis di laporan berbeda dengan yang terjadi di lapangan, ini bukan sekadar masalah teknis. Ini menyangkut akuntabilitas,” tegasnya.
Ia berharap BGN segera melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk memperbaiki alur koordinasi, agar perencanaan gizi nasional tidak hanya indah di atas kertas, tetapi benar-benar terimplementasi dengan baik di lapangan.
“Gizi yang tepat sasaran adalah kunci untuk membangun generasi emas Indonesia. Kalau salah sasaran, dampaknya akan panjang,” pungkasnya. (gys/aha)